Sementara tukang roda sedang membuat roda di salah satu ujung ruangan, Pangeran Huan dari Chi rnembaca buku di ujung yang lain.
Setelah meletakkan alat-alat kerjanya, tukang roda itu mendatangi Pangeran itu dan bertanya buku apa yang sedang ia baca.
"Buku yang menyimpan kata-kata orang bijak," kata Pangeran.
"Apakah orang-orang bijak itu masih hidup?" tanya tukang
roda.
"Tidak," kata Pangeran, "mereka semua sudah mati."
"Kalau begitu yang Pangeran baca tidak lebih dari sampah dan sisa orang-orang yang sudah mati," kata tukang roda itu.
"Berani benar kau tukang roda sampai berani menjelekkan buku yang sedang saya baca! Pertanggungjawabkanlah perkataanmu, kalau tidak kamu harus mati."
"Baiklah," kata tukang roda itu, "Saya akan berbicara sebagai tukang roda. Beginilah saya melihat persoalannya: kalau saya sedang membentuk suatu roda, seandainya gerakan saya terlalu lambat, gerakan itu akan mengores dalam tetapi tidak tetap. Kalau gerakan saya terlalu cepat, gerakan itu tetap tetapi tidak menggores dalam. Irama yang tepat, artinya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, tidak akan tercapai kalau tidak keluar dari dalam hati. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ada suatu seni di dalamnya, yang tidak dapat saya wariskan
kepada anak saya. Itulah sebabnya saya tidak dapat membiarkannya mengambil-alih rekerjaan saya. Maka saya yang sekarang sudah berumur tujuh puluh lima tahun masih terus membuat roda. Menurut pendapat saya halnya sama dengan orang-orang yang sudah mendahului kita. Semua yang pantas diwariskan mati bersama dengan kematiannya; sisanya mereka tuliskan dalam buku-buku mereka. Itulah sebabnya saya berkata bahwa yang sedang Pangeran baca adalah sampah dan
sisa orang-orang yang sudah mati." (A. mello)
No comments:
Post a Comment