Monday, May 17, 2010

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi”

(Rm 6:19-23; Luk 12:49-53)

"Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”(Luk 12:49-53), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Musim kemarau di Indonesia ini sering diwarnai kebakaran-kebakaran, entah disengaja atau tidak disengaja: kebakaran hutan, gedung dst.. Api atau si jago merah dalam waktu sekejap telah memusnahkan berbagai harta benda duniawi yang fana dan sementara, dan peristiwa kebakaran itu juga menimbulkan pertanyaan serta pertentangan di sana-sini dengan pertanyaan utama: “apa yang sebenarnya sedang terjadi”. “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakan Aku harapkan, api itu telah menyala!”, demikian sabda Yesus. Apa yang dimaksudkan dengan ‘api’ di sini antara lain kebenaran. Di tengah-tengah kehidupan bersama yang masih diwarnai oleh kebohongan serta kepentingan pribadi masa kini, rasanya kebenaran sungguh merupakan ‘api’ yang membuat panas dan gerah bagi mereka yang sombong dan hanya mengusahakan kepentingan pribadi. Maka dengan segala kelicikan dan usaha mereka berupaya memadamkan kebenaran atau ‘api’ tersebut. Dengan kuasa jabatan dan kedudukannya mereka seenaknya membunuh atau memecat para pejuang kebenaran, yang dianggap atau dinilai sebagai pengacau atau pembuat suasana menjadi panas dan gerah. Menghayati dan memperjuangkan kebenaran memang tidak mudah dan harus menghadapi pertentangan-pertentangan yang berasal dari para pembohong maupun pencari kepentingan pribadi, keluarga atau kelompoknya. Yesus sendiri sebagai Kebenaran dan Pembawa Kebenaran harus menjadi korban kekerasan, kesombongan dan kebohongan para penguasa yang gila harta, jabatan/kedudukan dan hormat;Ia harus menderita dan wafat di kayu salib. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak para pejuang kebenaran di manapun dan kapanpun: marilah kita tetap tegar , bergairah serta tidak takut terus berjuang demi kebenaran, meskipun untuk itu harus berjuang sendirian. Menjadi pejuang kebenaran kurang lebih sama dengan menjadi nabi atau siap menjadi martir, yang bernasib dikejar, diejek, dipukuli atau disakiti. Untuk menjadi benar dan memperjuangkan kebenaran rasanya harus siap sedia untuk menderita dan sakit.

· “Sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal. Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 6:22-23) , demikian peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua. Kita telah dibaptis, dikaruniai rahmat Allah untuk bebas merdeka dari dosa dan menjadi hamba Allah; kita semua dipanggil untuk menjadi ‘kudus’ atau ‘suci’. Hidup suci berarti mempersembahkan atau menyisihkan diri seutuhnya kepada Tuhan; diri kita serta segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai maupun lingkungan hidup kita. Dengan kata lain dengan mengurus atau mengelola dan terlibat dalam berbagai urusan duniawi, kita diharapkan semakin menjadi suci, dekat dengan dan dikasihi oleh Allah maupun sesama.. Semakin mendunia, terlibat dalam urusan-urusan duniawi diharapkan semakin suci. Kita semua kiranya lebih banyak terlibat dalam urusan-urusan duniawi, entah pastor, bruder, suster atau awam, maka baiklah apapun yang menjadi urusan atau tugas pekerjaan kita marilah kita laksanakan atau kerjakan sebaik mungkin. Dalam hal pengelolaan atau pengurusan harta benda marilah kita berpedoman pada ‘intentio dantis’/maksud pemberi: uang atau harta benda yang diperoleh dari penyelenggaraan sekolah, rumah sakit atau karya difungsikan untuk mengembangkan sekolah, rumah sakit atau karya bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. Gereja dan karya-karya pelayanannya sering dianggap atau dinilai kaya oleh banyak orang, sebenarnya tidak kaya namun karena uang atau harta benda dikelola dan diurus sesuai dengan ‘intentio dantis’ dan tidak dikorupsi maka nampak kaya. Pengurusan atau pengelolaan harta benda atau uang sesuai ‘intentio dantis’ untuk masa kini rasanya merupakan bentuk kenabian atau kemartiran yang harus kita hayati dan sebarluaskan.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (Mzm 1:1-2)

No comments: