Pada suatu hari seorang petani tua menyusuri
sebuah jalan yang panjang dan pada bahunya
melintang sebuah tongkat dari bambu. Di ujung
tongkat bambu itu tergantung sebuah guci keramik
yang berisikan sup kacang kedelai. Setelah beberapa
saat tiba-tiba ia tersungkur, guci itu jatuh, pecah,
dan sup kacang kedelai itu jatuh berantakan.
Sang petani lalu bangun dan meneruskan
perjalanannya tanpa menoleh kepada sup yang
terjatuh itu.
Seorang laki-laki memperhatikan kejadian
tersebut. Laki-laki itu lalu cepat-cepat mendekati
si petani dan berkata,
"Pak, guci Bapak pecah dan supnya berantakan."
Petani itu menjawab,
"Ya, saya tahu. Tadi saya mendengarnya."
Dengan penuh keheranan si laki-laki itu bertanya lagi,
"Mengapa Bapak tidak kembali dan berbuat sesuatu?"
Dengan tenang petani tua itu menjawab,
"Guci itu sudah pecah dan supnya sudah tidak
dapat dimakan lagi, tidak ada lagi yang bisa
saya lakukan."
Kita seringkali menghabiskan waktu dan energi
untuk menyesali kesalahan-kesalahan yang telah
kita perbuat. Sebetulnya kalau kita pikirkan lebih
jauh lagi, kita akan menyadari bahwa hal-hal
tersebut sudah terjadi dan kita tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Satu hal yang dapat kita
lakukan ialah menjadikan kesalahan-kesalahan yang
telah kita lakukan itu sebagai pelajaran yang
berharga yang akan membantu kita untuk
tidak melakukannya lagi.
Dari: Warta Santo Matius Bintaro
(dr milis apikatolik)
No comments:
Post a Comment