Kitab Hukum Kanonik No. 917 menyatakan, “Yang telah sambut Ekaristi
mahakudus, dapat menyambut lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang
ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 921 §2.” Selanjutnya, Kan. 921
§2 menyatakan, “Meskipun pada hari yang sama telah sambut komuni suci, namun
sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya mati sambut komuni
lagi.” Singkat kata, orang diperkenankan menyambut Komuni Kudus dua kali
dalam satu hari.
Patutlah kita menghormati alasan pemikiran yang mendasari hukum resmi
Gereja tersebut. Kurban Kudus Misa dan Perayaan Ekaristi merupakan “pusat
sejati dari keseluruhan hidup Kristiani, baik bagi Gereja universal maupun
bagi kongregasi lokal Gereja tersebut” (Pedoman Penyembahan Misteri
Ekaristi, no. 6). Perayaan Misa dan menyambut Komuni Kudus pada hakekatnya
saling berhubungan erat. Terlebih lagi, bagian-bagian Misa, teristimewa
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Sebab itu, dalam keadaan normal, orang wajib ambil bagian secara penuh
dalam keseluruhan rangkaian Perayaan Misa dengan mempersembahkan dirinya
sendiri kepada Tuhan. Orang wajib ikut ambil bagian sejak dari awal hingga
akhir Perayaan Misa, mencurahkan perhatian sepenuhnya sebaik yang dapat ia
lakukan. Partisipasi penuh dan perhatiannya menghantar orang tersebut
menyambut Komuni Kudus dengan layak. Menyambut Komuni Kudus dengan layak
tidak saja memungkinkan orang untuk masuk dalam persekutuan dengan Kristus,
tetapi juga mengikat orang tersebut dalam persekutuan iman dan kasih dengan
para anggota Gereja lainnya.
Jangan pernah, dalam keadaan normal, kita memisahkan penerimaan Komuni
Kudus dari Perayaan Misa selanjutnya. Gereja memberikan ijin untuk menyambut
Komuni Kudus dua kali dalam satu hari bagi kepentingan mereka yang
menghadiri mungkin Misa Perkawinan dan Misa Pemakaman pada hari yang sama,
atau ikut ambil bagian dalam Misa Harian dan kemudian pergi pula mengikuti
Misa dengan intensi khusus pada hari yang sama; namun demikian,
persyaratannya adalah bahwa ia ikut ambil bagian dalam keseluruhan Misa
dalam masing-masing Misa tersebut. Sayang sekali, saya mengenal orang-orang
yang secara rutin setiap hari “muncul” dalam Misa (bahkan beberapa Misa)
tepat pada saat pembagian Komuni Kudus dan kemudian menghilang sebelum
Perayaan Misa berakhir; seakan-akan mereka mendapatkan “obat Yesus” untuk
hari itu daripada menghaturkan sembah sujud kepada Tuhan dan menyambut
Sakramen Mahakudus dengan sepenuh hati.
Seperti dinyatakan dalam Kitab Hukum Kanonik 921 §2, dalam keadaan khusus
apabila seseorang berada dalam bahaya maut, ia diperkenankan menyambut
Komuni Kudus sebagai “viaticum” bersamaan dengan Sakramen Tobat dan Sakramen
Pengurapan Orang Sakit, bahkan meskipun ia telah menerima Komuni Kudus dua
kali pada hari itu. Keadaan khusus lainnya apabila orang harus rawat inap di
rumah sakit atau harus tinggal di rumah; orang tersebut diperkenankan
menyambut Komuni Kudus tanpa harus ambil bagian dalam Misa, tetapi tidak
diperkenankan menyambut Komuni Kudus lebih dari satu kali dalam satu hari
kecuali jika ia berada dalam bahaya maut.
Dua persyaratan utama lainnya yang mengatur masalah sambut Komuni Kudus
ialah: Pertama, “Yang sadar berdosa berat, tanpa sambut sakramen pengakuan
sebelumnya, jangan merayakan Misa atau menyambut Tubuh Tuhan, kecuali jika
ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian
hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mencantum
niat untuk mengaku secepat mungkin.” (Kitab Hukum Kanonik No. 916).
Kedua, “Yang hendak sambut Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari
segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam,
terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.” (Kitab Hukum Kanonik No. 919).
Namun demikian, tenggang waktu berpuasa sebelum menyambut Komuni Kudus
dikurangi hingga “kurang lebih seperempat jam” bagi mereka yang sakit di
rumah ataupun di rumah sakit, bagi para lanjut usia yang harus tinggal di
rumah ataupun di panti, dan bagi mereka yang merawat orang-orang tersebut
dan tidak mungkin memperhatikan waktu puasa bagi dirinya sendiri (Immensae
Caritatis, 1973).
Gereja dalam kebijaksanaannya menetapkan hukum-hukum ini guna membantu kita
agar memiliki kehidupan rohani yang seimbang, dan terhindar dari sikap
ekstrim. Sama seperti Gereja mewajibkan umatnya untuk menyambut Komuni Kudus
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun (“kewajiban Paskah”), demikian pula
Gereja membatasi seringnya kita menyambut Komuni Kudus dalam satu hari.
(dr milis apikatolik)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment