Wednesday, September 2, 2009

Masalah tahir dan najis

Tahir dan najis merupakan salah satu persoalan yang menjadi perhatian utama teologi para imam pada masa setelah pembuangan Babel. Tidak mudah menelusuri segala pemikiran dibalik pembedaan ini. Kebersihan yang menjadi pokok persoalan dalam Injil ini tidak langsung berkaitan erat dengan ibadat, tetapi lebih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Mencuci tangan sebelum makan misalnya saja, lebih merupakan persoalan kesehatan tetapi pada orang Yahudi menjadi persoalan keagamaan pula. Yesus bersama dengan para murid-Nya tidak terlalu mempedulikan persoalan ini. Dalam konteks masyarakat Yahudi yang memiliki aturan-aturan keagamaan yang begitu ketat, gaya hidup seperti Yesus dan para murid-Nya tentu menjadi pusat perhatian dan bahkan batu sandungan bagi semua orang. Para pemimpin agama Yahudi merasa tidak dapat membiarkan hal itu berlangsung terus menerus. Oleh karena itu mereka mengirimkan utusan untuk meminta petanggungjawaban Yesus atas gaya hidupnya yang ‘aneh’ dan bertentangan dengan segala adat istiadat dan semangat keagamaan yang berlaku umum pada waktu itu.

Apa jawaban Yesus? Yesus justru balik mengkiritik para pemuka agama Yahudi. Perhatian mereka yang begitu besar kepada persoalan tahir dan najis telah membuat mereka melupakan apa yang bersifat batiniah yang sebenarnya sudah berulangkali ditandaskan oleh pewartaan para nabi dan kitab hukum mereka. Akibat sikap terlalu menekankan hal-hal yang bersifat lahiriah tersebut maka menurut Yesus para pemuka agama Yahudi hanya menjadi penyembah-penyembah Allah secara lahiriah, sedangkan hati mereka tetap jauh dari Allah. Bagaimana hal itu bisa dijelaskan oleh Yesus?

Yesus menjelaskan bahwa orang dapat bersih secara lahiriah, tetapi hatinya tidak bersih atau bahkan najis. Inilah yang membuat orang jauh dari Allah. Hati najis membuat orang jauh dari Allah. Kedekatan kita kepada Allah tidak terletak kepada ketaatan pada peraturan tentang hal najis dan tahir, tetapi dalam pikiran hati dan pikiran kita. Keduabelas dosa pokok yang disebut oleh Yesus semuanya bermula dari hati dan pikiran manusia.

Dalam konteks masyarakat Indonesia teks pesan Injil hari ini sangat penting. Di banyak tempat agama lebih merupakan soal ritus dan menepati peraturan. Pengertian mengenai salah benar, boleh atau tidak, benar atau salah lebih didasarkan pada hal diketahui atau tidak diketahui oleh orang lain. Injil hari ini merupakan suatu Kabar Gembira yang harus diwartakan untuk mengubah pikiran dan hati kita serta membentuk suatu budaya baru yang diresapi oleh semangat Injil. Namun untuk mewujudkan budaya baru yang lebih diresapi semangat Injil ini kita membutuhkan waktu, pikiran dan tekad yang tidak kecil. Sebab bagaimanapun juga lebih mudah bagi kita menjaga ketahiran secara lahiriah daripada batiniah. Sanggupkah kita berubah untuk berbenah diri?

( Rm. Yoyon CM )

No comments: